
Empat tahun lalu, aku mengenalnya dengan panggilan Mayi, pertama kali berkenalan dalam sebuah pertemuan untuk peningkatan kapasitas perempuan muda Indonesia. Rasanya tak perlu menanyakan siapa nama lengkapnya, untuk bisa bersenda gurau, berakrab ria layaknya sudah lama saling mengenal. Aku tahu namanya setelah beberapa tahun setelah pertemuan itu, Mariamah Achmad.
Perempuan berkulit coklat dan suka sekali tersenyum ini, mulai terlibat dalam Forum Aktivis Perempuan Muda (FAMM) Indonesia tahun 2012, yaitu melalui Movement Building Initiative (MBI) Kalimantan. FAMM Indonesia kala itu masih menggunakan nama JASS Indonesia, sebuah lembaga yang peduli dengan penguatan kapasitas para perempuan muda di akar rumput. Direktur PPSW Borneo lah yang memperkenalkan dan melibatkan Mayi dalam MBI ini, Umi Reni biasa kami memanggilnya. Solidaritas dan jaringan para pekerja sosial perempuan memang sudah mulai terjalin di Kalimantan, salah satunya adalah kontribusi FAMM Indonesia, yang melakukan upaya-upaya konsolidasi, jejaring, dan sinergitas antar lembaga dan personal yang memiliki komitmen dalam kerja-kerja kemanusiaan terutama perempuan.
Bagi Mayi sendiri, MBI memberikan kesan khusus, pertama karena dipertemukan dengan teman-teman perempuan muda dari berbagai daerah di Kalimantan, seperti mendapatkan ‘sesuatu’ yang hilang dari pekerjaan sehari-harinya di Yayasan Palung, lembaga yang memberikan pendidikan lingkungan dan kampanye kesadaran konservasi orangutan dan habitat.
Kegiatan sehari-harinya di Yayasan Palung berkaitan dengan peningkatan kapasitas tentang konservasi spesies langka, hutan, gaya hidup ramah lingkungan, hak atas tanah, dan yang berhubungan dengan pembangunan yang berkelanjutan pada berbagai kelompok, usia mulai dari usia sekolah TK/ PAUD, SD, SMP hingga SMA, juga Universitas dan masyarakat di desa-desa sekitar hutan. Diluar dari pekerjaan di Yayasan Palung, Mayi mendampingi kelompok masyarakat yang memiliki Credit Union. Ia sangat tertarik pada kerja-kerja meningkatkan kapasitas masyarakat baik pengetahuan maupun keahlian.
FAMM Indonesia membantu Mayi dan Ranti Naruri –rekannya di FAMM Indonesia yang sama-sama bekerja di Yayasan Palung— untuk tetap memiliki perspektif keadilan gender dan keberpihakan yang jelas pada isu-isu penguatan peran perempuan dalam masyarakat.
“Pengetahuan, wawasan, dan kecakapan yang diperoleh dari FAMM Indonesia juga kami bagikan kepada warga dampingan kami, terutama pada relawan konservasi yang rata-rata usia remaja dan para penerima beasiswa kami. Kami juga memasukkannya dalam pelatihan-pelatihan Credit Union, materi-materi MBI kami bagikan, tentu dengan modifikasi sesuai dengan kebutuhan belajar warga belajar” Imbuh Mayi.
“Persaudarian dalam FAMM Indonesia memberikan rasa semangat walaupun kami tidak selalu berkomunikasi secara personal, tetapi ada kekuatan bersama yang bisa dirasakan bahwa di berbagai daerah ada banyak aktivis perempuan yang bekerja dengan tujuan yang sama. Program FAMM Indonesia seperti penelitian Mahina Masohi juga kami anggap sebagai bagian penguat lembaga kami, karena walaupun secara kelembagaan kami mendorong isu perempuan untuk masuk dalam semua program, namun pada prakteknya isu perempuan seringkali kurang mendapat ruang” Tambahnya.
Mayi menyadari bahwa walaupun perubahan pada komunitas membutuhkan waktu yang tidak sebentar, namun dia percaya bahwa apa yang selama ini dilakukan bermanfaat untuk komunitas dan dilakukan bersama komunitas. Usaha-usaha ini memberi berpengaruh positif pada mereka. Seperti mempengaruhi pola pikir dan perspektif kesetaraan dan keadilan gender, kepercayaan diri serta kepemimpinan pada aktivis di desa, credit union, relawan dan siswa sekolah. Dan yang tak kalah penting adalah adanya kaderisasi aktivis perempuan, terutama dalam situasi sekarang, inilah hal yang paling penting.
Perempuan berusia 39 tahun ini beranggapan bahwa anak muda dan remaja ini mungkin saja lebih memilih bekerja di akar rumput, melakukan pemberdayaan masyarakat, mengurusi persoalan-persoalan masyarakat, alam dan lingkungan, ataupun bekerja di berbagai bidang dengan perspektif yang pondasinya adalah keadilan dan kesetaraan. Bukan hanya mungkin, ini menjadi harapan besar Mayi selama pendidikan di akar rumput terus dilakukan secara berkala dan berjenjang.
Perempuan keturunan Bugis, Melayu dan Tionghoa ini merasakan energi positif, atas perubahan-perubahan yang terjadi pada anak muda dan remaja yang menjadi komunitasnya. Dia berpendapat bahwa perubahan tersebut terjadinya karena mendapatkan penguatan pengetahuan dan wawasan, yang tercermin dengan keadaan di dalam masyarakat seperti adanya ketidakadilan, pelemahan, dan perebutan sumber daya alam. Sehingga dukungan dan intensitas pertemuan dengan komunitas dapat melahirkan kesadaran kritis. Kini, banyak anak muda dan masyarakat di desa mau diajak melakukan sesuatu untuk masyarakat, alam dan lingkungan tanpa melulu berlandaskan upah, mereka mau karena memiliki tujuan yang sama dan merasa memiliki.
Bagi Mayi, inilah keberlanjutan, “suatu saat saya tidak lagi bekerja di bidang ini, penting bagi saya untuk memiliki warisan yaitu para aktivis muda yang melanjutkan pekerjaan ini, sehingga program maupun organisasi masyarakat yang didirikan akan terus berlanjut dengan atau tanpa saya”, ucapnya penuh semangat dan harapan.

Pada November 2017, Mayi mengikuti COP 23, sebuah konferensi atau simposium internasional yang dilakukan di Bonn – Jerman guna menanggapi Perjanjian Paris 2015 yang hasilnya dianggap mengecewakan bagi aktivis lingkungan dan alam. Awalnya Mayi merasa canggung dan kurang percaya diri mengikuti acara internasional karena dia merasa Bahasa Inggrisnya kurang bagus sehingga ada banyak hal dalam kepalanya yang kurang terungkap. Namun, Mayi sangat bersyukur mendapat kesempatan untuk menghadiri acara ini karena Mayi bisa memahami bahwa isu perubahan iklim juga mendapat perhatian dan perlawanan dari berbagai daerah di belahan dunia manapun.
Seusai COP 23, Mayi ingin melakukan pelatihan strategi inisiatif masyarakat sipil khususnya perempuan dalam mengatasi dampak perubahan iklim seperti pengembangan energi terbarukan dan murah serta pengembangan ekonomi perempuan berbasis teknologi yang ramah lingkungan.
Alif
Comment (1)
Belinda
Bagaimana cara saya agar dapat bergabung dan ikut serta dalam kegiatan-kegiatan famm?