Di wilayah pedesaan seperti Kabupaten Bojonegoro dan Tuban, keluarga yang memiliki anak dengan disabilitas sering menghadapi tantangan yang tidak sederhana. Meskipun ada sebagian orang tua yang sudah memahami cara mendampingi tumbuh kembang anak dengan disabilitas secara optimal, banyak yang masih kesulitan karena keterbatasan informasi, pendidikan, dan akses layanan. Faktor ekonomi turut memperburuk kondisi, membuat proses penerimaan dan pengasuhan anak dengan disabilitas menjadi semakin menantang.
Salah satu tantangan terbesar yang masih dihadapi adalah kuatnya stigma, stereotip, dan diskriminasi terhadap penyandang disabilitas. Hal ini semakin terasa bagi perempuan dengan disabilitas, yang kerap mengalami diskriminasi berlapis sebagai perempuan, penyandang disabilitas, dan anggota kelompok ekonomi marginal. Akses terhadap pendidikan, pekerjaan, serta ruang sosial dan ekonomi yang setara masih menjadi hambatan nyata. Situasi ini diperparah oleh budaya patriarki yang masih mengakar kuat di masyarakat.
Melihat realitas tersebut, FAMM Indonesia bersama mitra lokal Inklusi, dengan dukungan dari berbagai pihak, menginisiasi pelatihan keterampilan batik lukis sebagai bagian dari program pemberdayaan ekonomi untuk perempuan dan kelompok disabilitas di Bojonegoro. Pelatihan ini diselenggarakan pada 13 Juli 2025 di Balai Desa Tikusan, Kecamatan Kapas, dan melibatkan sekitar 50 peserta dari berbagai latar belakang mulai dari perempuan dengan disabilitas, pemuda disabilitas, hingga orang tua dari anak dengan disabilitas.
Tujuan dari pelatihan ini adalah membuka peluang kemandirian ekonomi melalui pengembangan keterampilan wirausaha. Batik lukis dipilih karena memiliki nilai seni dan budaya yang tinggi, sekaligus potensi pasar yang menjanjikan. Harapannya, keterampilan ini dapat dikembangkan menjadi usaha mikro, seperti produksi dompet batik lukis, yang berkontribusi pada peningkatan pendapatan keluarga.
Lebih dari sekadar pelatihan, kegiatan ini juga menjadi ruang penting untuk membangun dialog antara komunitas disabilitas dan pemerintah daerah. Kegiatan ini turut dihadiri oleh perwakilan organisasi penyandang disabilitas, perangkat desa, kepala desa, Majelis Komunitas, serta beberapa Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dari Pemerintah Kabupaten Bojonegoro. Kolaborasi lintas sektor seperti ini menjadi bagian penting dalam memperkuat jejaring dan memperjuangkan pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas.
Melalui program ini, kami berharap perempuan dengan disabilitas semakin percaya diri, memiliki daya saing, dan mampu berdaya secara sosial maupun ekonomi. Kami memahami bahwa perempuan penyandang disabilitas sering kali menghadapi tantangan lebih besar dibandingkan laki-laki dalam hal akses pendidikan, pekerjaan, dan kesempatan pemberdayaan. Oleh karena itu, dukungan yang berkelanjutan sangat diperlukan untuk menciptakan kesetaraan dan mendorong kemandirian mereka.
Ke depan, kami juga mendorong lahirnya kebijakan publik yang lebih inklusif dan berpihak pada perempuan dengan disabilitas, terutama di sektor ketenagakerjaan. Misalnya, melalui peluang rekrutmen yang terbuka bagi penyandang disabilitas, serta pelatihan kewirausahaan dan pemasaran yang terstruktur. Kami berharap Bojonegoro dapat menjadi kabupaten percontohan dalam menciptakan ruang kerja yang ramah disabilitas dan mendukung produktivitas perempuan dengan disabilitas, baik di sektor industri maupun ekonomi kreatif.
Langkah ini mungkin kecil, tetapi merupakan bagian dari perjuangan yang lebih besar. Kami percaya bahwa perubahan yang berkelanjutan lahir dari tindakan nyata, kolaboratif, dan menyentuh langsung kebutuhan komunitas. Mari terus bergerak bersama untuk mewujudkan masyarakat yang inklusif dan setara bagi semua.
Fira – Anggota FAMM Indonesia