Kongres Perempuan pertama yang digelar pada 22 Desember 1928 di Yogyakarta menjadi tonggak sejarah pergerakan perempuan di Indonesia. Kongres Perempuan pertama ini membahas beberapa agenda diantaranya adalah perkawinan anak, pentingnya hukum perkawinan yang melindungi perempuan dan anak, akses pendidikan bagi perempuan, hak politik serta perlindungan bagi perempuan pekerja.
Penggerak Kongres Perempuan Indonesia ini diprakarsai oleh Ny. Soekonto, aktivis dari Wanito utomo, Nyi Hadjar Dewantara aktivis Taman Siswa sekaligus istri Ki Hajar Dewantara, dan Nona Soejatin yang tergabung dalam organisasi Putri Indonesia.Momentum pelaksanaan Kongres Perempuan Indonesia inilah yang menjadi cikal bakal pergerakan perempuan Indonesia dan diperingati setiap tanggal 22 Desember.
Hingga kini, isu-isu yang dibahas pada Kongres Perempuan Pertama ini masih relevan. Bahkan upaya mengakhiri perkawinan anak, baru menjadi agenda seluruh jajaran pemerintah, setelah lahirnya Undang-Undang No 16 Tahun 2019 atau genap 93 tahun sejak pembahasan pertama perkawinan anak dalam Kongres Perempuan Pertama. Bahkan, sampai saat ini Rencana Undang-undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga dan Tindak Pidana Kekerasan Seksual yang mendesak belum juga disahkan.