Solidaritas, Keamanan, dan Kekuasaan: Pengorganisasian oleh Perempuan Muda di Indonesia
Forum Aktivis Perempuan Muda Indonesia (Forum Aktivis Perempuan Muda Indonesia atau FAMM) – jaringan lebih dari 350 wanita muda dari 30 provinsi di seluruh Indonesia, FAMM menyatukan aktivis pedesaan, perkotaan, masyarakat adat, Muslim, Kristen, dan Keragaman Gender. Anggota FAMM mengatasi masalah yang berisiko dan sensitif seperti mempertahkankan lahan dan air terhadap inisiatif ‘pembangunan’ yang merusak lingkungan, hak untuk perempuan dan komunitas dengan gender yang beragam, dan keamanan pribadi dan kolektif dari kekerasan domestik dan politik.
Bagi sebuah jaringan pengorganisasian dan hak asasi manusia seperti FAMM yang muncul di konteks terkini dengan semakin tertutupnya ruang sipil, meningkatnya fundamentalisme agama dan kekerasan maka hal ini bukanlah prestasi kecil. Selain dari ketidaksetaraan kelas dan gender yang terjadi sejak lama, perempuan Indonesia menghadapi peningkatan diskriminasi dan pembatasan karena kebijakan neoliberal mengikis hak-hak buruh dan perlindungan terhadap lingkungan, pemerintah berkolusi dengan kekuatan perusahaan untuk merebut tanah, dan fundamentalisme membentuk norma dan kebijakan. Secara khusus para aktivis yang bekerja di pedesaan, masyarakat adat, generasi muda, yang – meskipun Indonesia kaya dengan sejarah gerakan hak-hak perempuan – dipinggirkan, dikriminalisasi, dan distigmatisasi dalam penindasan yang saat ini terjadi lebih ketat.
Apa yang berhasil dicapai FAMM dalam situasi ini, dan bagaimana caranya? Pelajaran apa yang dapat diambil dari pengalaman FAMM untuk membimbing dan menginspirasi pembela HAM dalam konteks yang tidak bersahabat? Laporan ini menelusuri alur perjalanan FAMM dan menguraikan metodologi utama di balik pertumbuhannya sebagai upaya berbagi pelajaran berharga.
Awalnya bernama ‘JASS Indonesia,’ kemudian berganti nama menjadi FAMM pada tahun 2012, kelompok ini berevolusi dari proses-proses gerakan feminis yang difasilitasi oleh JASS Asia Tenggara, ditemani oleh organisator dan mentor Indonesia yang berpengalaman, Nani Zulminarni dan Dina Lumbantobing sejak 2007. Melalui fasilitasi refleksi kritis – menggabungkan pengalaman dan pembelajaran analitis – menghasilkan proses pengembangan kepemimpinan gerakan yang bersifat transformatif baik secara individual maupun kolektif. Kesadaran politik, solidaritas, dan dukungan yang dihasilkan bersama di antara anggota FAMM berfungsi sebagai dasar untuk kekuatan dan keamanan kolektif yang lebih besar.
Dengan pelatihan dan pendampingan jangka panjang, FAMM telah mengembangkan diri untuk:
- Memperkuat kesadaran kritis, keterampilan, dan kepercayaan diri perempuan sebagai dasar untuk mengembangkan kepemimpinan politik dan aksi kolektif dalam konteks yang sulit;
- Meningkatkan pemahaman perempuan tentang konteks melalui analisis bersama tentang gender, kekuasaan, dan para aktor yang mendorong kekerasan dan pembatasan terhadap perempuan dan aktivis LBTI;
- Menjadi ruang aman, inspiratif, dan strategis yang sangat dibutuhkan dan memungkinkan perempuan untuk membangun kepercayaan, merefleksikan situasi mereka, menemukan kesamaan tujuan, membentuk visi bersama, dan memperdalam pemikiran politik dan strategis;
- Meningkatkan keamanan anggota dengan mengembangkan jaringan solidaritas yang kuat dan menyediakan dukungan termasuk rujukan ke sumber daya untuk anggota yang berisiko, contohnya dana darurat, kelompok perlindungan, dan bantuan hukum dan psikologis; dan
- Memperluas hubungan ke dan belajar dengan aktivis dan jaringan di penjuru Asia Tenggara serta di wilayah lain di dunia, untuk mencapai visibilitas, solidaritas, dan dukungan yang lebih besar.
Kapasitas FAMM untuk merawat organisasi akar rumput, solidaritas lintas gerakan, dan aksi dan keamanan kolektif dapat dilihat sebagai buah dari sebuah investasi jangka panjang dalam kepemimpinan aktivis, dan sebagai batu loncatan untuk melakukan aksi publik dan politik. Dampak sebagai anggota FAMM terlihat pada saat mereka kembali ke organisasi, komunitas, dan gerakan masing-masing untuk berbagi pendekatan dan metodologi transformatif yang telah mereka pelajari bersama