Belajar Menjadi Manusia

Oleh Maria Mustika (berdasarkan wawancara dengan Siti Harsun)

“Dari mana kamu belajar itu?” ini adalah kalimat ampuh dalam mendidik keluarganya, terutama anak-anak Siti Harsun. Kitat._siti_harsun_option_1 akan memanggilnya Harsun saja, karena dia terbiasa dengan nama tersebut sebagai sapaan sehari-hari.
Harsun beraktivitas dengan ibu-ibu dampingan di wilayah Salatiga yang bergabung dalam SPPQT atau bekennya Serikat Paguyuban Petani Qaryah Thoyyibah. Sebagai salah satu pengurus serikat perempuan dalam SPPQT, Harsun termasuk sibuk dengan pendampingan dan mengembangkan koperasi milik anggota perempuan SPPQT. Maklum saja, dia adalah anggota dari berbagai koperasi tersebut.
Selain berkumpul bersama ibu-ibu, Harsun juga sibuk menemani ke tiga anak serta suaminya. Kesha dan adiknya bersekolah di sekolah negeri di sekitar rumahnya, sementara Alin yang mengalami CP (Cerebal Palsy) tinggal di rumah dan belajar bersama ibunya kapanpun mereka bertemu. Alasan Harsun menyekolahkan anaknya di sekolah negeri karena dia tidak ingin anaknya mendapatkan tuntutan pelajaran yang terlalu banyak dan membawa banyak tugas ke rumah sehingga tidak sempat bermain dan bersosialisasi.
Di saat di mana banyak orangtua menyediakan guru les privat di rumahnya agar anaknya tidak tertinggal pelajarannya, pandangan Harsun mengenai mendidik anak sangat berbeda dengan orang-orang umumnya. “Buat saya Mbak, yang penting anak-anak saya sayang pada adik-kakak, sayang orangtua dan hormat pada orang dewasa lainnya.” Masalah nilai bukan menjadi patokan penting mengenai kepandaian seseorang. Suatu hari salah satu anaknya datang ke rumah dengan kecewa, “Bu, aku dapat 2.” Mendengar itu Harsun tersenyum, “Tapi kamu tau ndak, di mana salahnya?” ketika anaknya menjawab bahwa dirinya bodoh, justru hal lain yang disampaikan olehnya, “Yang pentingkan kamu terus mau belajar dan memperbaiki kesalahanmu di mana.” Bagi Harsun yang penting bukan seberapa besar nilai yang didapatkan, namun seberapa banyak seseorang itu belajar. Baginya yang penting anak itu cerdas, tidak hanya pintar pelajaran di sekolah.
Cerdas yang dimaksud oleh Harsun dimulai denganmenempa dirinya sendiri. Sejak dirinya menikah, dia menyadari bahwa ada harga diri seorang istri yang perlu dia jaga dengan bersikap tegas dan sabar menghadapi perbedaan dengan suaminya. Ketika dirinya sadar bahwa dia seorag ibu, dia paham bahwa menjadkan dirinya contoh yang baik adalah hal yang harus dia lakukan. Maka ditetapkan di rumah bahwa dia tidak pernah mengangkat tangan untuk menghukum anak-anaknya, ataupun mengeluarkan kata-kata dengan nada tinggi dan pilihan kata yang menyakitkan pada anak-anaknya.
Bila ada anak-anaknya yang mendorong saudaranya, menggunakan kata-kata kasar, ataupun mencubit kawan disekolahnya maka dia akan menanyakan, “Kamu belajar dari siapa?” segala perbuatan yang dilakukan dan tidak merefleksi dari orangtuanya akan mendapat teguran tegas dari sang ibu. “ Kamu tahu Ibu gak pernah begitu kan. Kalau begitu jangan, meski kawan lain melakukan hal itu, tetap jangan kamu lakukan, karena kamu harus belajar dari Ibu ya,” kata-kata ini disampaikan dengan nada yang rendah, namun dengan sikap kuat dan diakhiri dengan senyum. Dengan demikian buah hatinya selalu tahu bahwa mereka perlu mencontoh dari orangtuanya, terutama ibu.
Harsun bercerita bahwa dirinya selalu meminta anaknya untuk mengucapkan empat kata penting: maaf, terima kasih, tidak dan permisi. Kata ini harus disampaikan dengan halus dan tidak dengan membentak, dengan demikian kata tersebut dikatakan dengan benar. Hal ini pun berlaku untuk kedua orangtunya, sehingga penggunaan kalimat ini diberlakukan setara. Suatu saat putri pertama pulang terlambat dan dia mendapatkan orangtuanya marah dan kecewa padanya, mendapat reaksi ini Kesha menangis dan mengurung diri dalam kamar. Keesokan harinya guru yang kebetulan lewat menyampaikan bahwa putri mereka dengan kebaikan hatinya menemani kawannya yang diantar kerumah sakit akibat kecelakaan. Mendengar ini Harsun merasa malu dan menyesal, hal pertama yang dilakukan setelah mendapat kabar itu adalah mengucapkan maaf pada anaknya karena tidak memberi kesempatan dirinya menjelaskan dan bertapa bangganya dirinya sebagai ibu.
Menjadi ibu bukanlah hal mudah, namun dengan keteguhan dan semangat pendidikan yang menghargai perempuan Harsun telah membuktikan bahwa pendekatan feminis dalam pendidikan telah mendorong anak-anak perempuannya menjadi sosok yang lembut dan bangga sebagai dirinya sendiri.

Share this post

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Share on pinterest
Share on print
Share on email

Leave A Comment

Your Comment
All comments are held for moderation.